Lamongan, 23 Oktober 2025 — Drama penipuan yang merugikan banyak warga kembali terjadi di Jawa Timur. Nama Shandi alias Andik Group kembali muncul sebagai aktor utama dalam serangkaian penipuan kendaraan bermotor.
Pelaku yang dikenal sebagai residivis kambuhan ini kembali beraksi, bahkan kini diduga menggandeng istrinya sendiri sebagai bagian dari komplotan.
Modusnya bukan hal baru — tapi dikemas dengan cara yang lebih halus, lebih berlapis, dan lebih berani memanfaatkan empati korban.
Janji Manis, Mobil Raib
Kisah bermula ketika pelaku menawarkan bantuan kepada sejumlah korban yang sedang kesulitan keuangan. Dengan bahasa sopan dan wajah meyakinkan, Shandi dan istrinya berpura-pura ingin membantu menebus kendaraan korban yang digadai.
Namun di balik itu semua, tersimpan jebakan matang.
Setelah korban mentransfer uang atau menyerahkan mobil, pasangan ini menghilang tanpa jejak. Nomor telepon diblokir, alamat palsu, dan setiap komunikasi berhenti begitu saja.
“Saya percaya karena mereka datang sebagai suami-istri, bilang mau bantu. Nyatanya, uang saya lenyap, mobil juga raib,” ujar salah satu korban di Lamongan, menahan kesal.
Residivis yang Tak Pernah Diawasi
Ketua Umum Lembaga Investigasi Negara (LIN), R. I. Wiratmoko, menyebut kasus ini bukan hal baru.
Menurutnya, Shandi adalah residivis berulang yang sebelumnya telah menjalani hukuman atas pasal 372 dan 378 KUHP, namun kembali beraksi dengan pola yang sama.
“Dia ini bukan penjahat pemula. Sudah berkali-kali melakukan hal serupa. Yang kita pertanyakan: kenapa orang seperti ini masih bisa bebas dan menipu lagi?” tegas Wiratmoko dalam keterangannya.
LIN menilai bahwa lemahnya pengawasan terhadap mantan narapidana menjadi akar dari maraknya penipuan serupa di daerah.
“Jika residivis bisa keluar dan mengulang kejahatan tanpa pengawasan, maka efek jera itu hanya mitos,” ujarnya.
Istri Jadi Topeng Kemanusiaan
Yang membuat kasus ini semakin menarik adalah peran aktif sang istri. Ia bukan hanya tahu, tapi ikut mengatur alur tipu daya.
Ia menjadi wajah yang menenangkan korban — berbicara lembut, berpura-pura mendamaikan, bahkan berperan sebagai penengah yang “beritikad baik”.
Padahal, di balik tutur katanya, ada perencanaan matang untuk menipu.
“Istrinya jadi tameng moral. Pelaku tahu bahwa masyarakat cenderung percaya pada perempuan. Itu digunakan sebagai senjata,” ungkap Wiratmoko.
Laporan Masuk, Polisi Masih Bergerak Lamban
Meski laporan sudah masuk ke pihak kepolisian, penanganan dinilai lamban.
Beberapa korban mengaku hanya mendapat nomor laporan tanpa kabar lanjutan.
“Kami sudah lapor lengkap, ada bukti transfer, surat kendaraan, foto mobil. Tapi sudah berminggu-minggu tidak ada kabar,” ujar salah satu korban dari Sidoarjo.
LIN menilai keterlambatan aparat bisa menjadi sinyal lemahnya respon terhadap kejahatan berulang.
“Kalau aparat hanya bergerak setelah korban menjerit di media, maka hukum hanya jadi pertunjukan, bukan perlindungan,” sindir Wiratmoko tajam.
Ancaman Hukum: Dua Pasal, Satu Jaringan Keluarga
Shandi dan istrinya dapat dijerat dengan dua pasal dalam KUHP:
- Pasal 372 KUHP – Penggelapan barang milik orang lain
- Pasal 378 KUHP – Penipuan yang menimbulkan kerugian materiil
Keduanya memiliki ancaman hukuman hingga 8 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Namun, hingga kini keduanya belum tertangkap dan diduga berpindah-pindah lokasi di wilayah Jawa Timur.
Kritik LIN: Jangan Biarkan Kejahatan Jadi Kebiasaan
Lembaga Investigasi Negara menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga pelaku ditangkap. LIN juga membuka jalur aduan bagi masyarakat yang merasa pernah menjadi korban “Andik Group”.
“Kami tidak akan berhenti sampai pelaku ini ditangkap. Ini bukan sekadar soal kehilangan uang atau mobil, tapi tentang rasa aman yang terus dirampas,” tegas Wiratmoko.
Ia juga mendesak agar aparat kepolisian tidak lagi berdiam diri terhadap residivis kambuhan.
“Kalau pelaku bisa bebas dan menipu lagi, itu bukan hanya kegagalan individu — itu kegagalan sistem,” katanya menutup wawancara.
[DATA KASUS – “ANDIK GROUP”]
| Aspek | Keterangan |
|---|---|
| Nama Pelaku | Shandi alias Andik Group |
| Status | Residivis penipuan dan penggelapan |
| Modus | Penipuan kendaraan bermotor, uang tebusan, dan pinjaman palsu |
| Keterlibatan | Istri ikut aktif meyakinkan korban |
| Wilayah Operasi | Lamongan, Sidoarjo, Mojokerto |
| Pasal yang Dilanggar | 372 & 378 KUHP |
| Ancaman Hukuman | Maksimal 8 tahun penjara |
| Pendamping Kasus | Lembaga Investigasi Negara (LIN) |
| Status Polisi | Laporan diterima, pelaku masih buron |
Catatan Redaksi
Kasus Shandi alias Andik Group bukan sekadar kisah penipuan individu. Ini cermin nyata dari lubang besar dalam sistem hukum Indonesia: residivis bisa beraksi lagi tanpa pengawasan, aparat lamban merespons, dan masyarakat kembali menjadi korban.
Jika hukum hanya bergerak setelah sorotan media datang, maka masyarakat sebetulnya hidup di bawah bayang-bayang ketidakadilan yang sah.
