Mohon izin rekan rekan sekedar mengingat- ingat kembali , agar anggota Polri tidak ragu-ragu saat bertugas dilapangan dan tidak dipersalahkan setelah melakukan tindakan kepolisian.
A. PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN (PERKAPOLRI NO.1 TAHUN 2009)
I. Prinsip-Prinsip Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian (Pasal 3 Perkapolri No.1 Tahun 2009) :
Legalitas (Sesuai hukum yang berlaku)
Nesesitas (Dilakukan bila memang diperlukan)
Proporsionalitas (Dilaksanakan secara seimbang antara ancaman dan tingkat kekuatan, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban yang berlebihan).
Kewajiban Umum (Menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum).
Preventif (Mengutamakan pencegahan)
Masuk Akal (Tindakan diambil dengan mempertimbangkan secara logis)
II. Tahapan Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian (Pasal 5 & 7 Perkapolri No.1 Tahun 2009) :
Anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
Tahap 1 : Kekuatan yang memiliki dampak pencegahan.
Tahap 2 : Perintah lisan
Tahap 3 : Kendali tangan kosong lunak (untuk menghadapi tindakan pasif).
Tahap 4 : Kendali tangan kosong keras (untuk menghadapi tindakan aktif).
Tahap 5 : Kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas ,air mata semprotan cabe, atau alat lain sesuai standart Polri (untuk menghadapi tindakan agresif).
Tahap 6 : Kendali senjata api (untuk menghadapi tindakan agresif yang bersifat segera yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian atau membahayakan kehormatan kesusilaan anggota Polri atau masyarakat, atau menimbulkan bahaya bahaya terhadap keselamatan umum seperti membakar stasiun pompa bensin, meledakkan gardu listrik, atau menghancurkan objek vital). Penggunaan senjata api dilakukan ketika anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal.
III. Perlindungan Dan Bantuan Hukum Serta Pertanggungjawaban (Pasal 12 & 13 Perkapolri No.1 Tahun 2009)
Anggota Polri yang menggunakan kekuatan dalam pelaksanaan tindakan kepolisian sesuai dengan prosedur yang berlaku berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum oleh Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap individu anggota Polri wajib bertanggungjawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannnya.
B. PENINDAKAN HURU-HARA / PHH (PERKAPOLRI NO. 2 TAHUN 2019)
Situasi Kuning : Dilaksanakan oleh Satuan Dalmas Lanjut (Pasal 5 Perkapolri No.2 Tahun 2019).
Situasi Kuning berupa :
– Unjukrasa tidak damai/tidak tertib
– Masa tidak menghiraukan seruan petugas
– Arus lalu-lintas / kegiatan masyarakat dan pemerintah terganggu, dan atau
– Pengunjuk rasa mulai melempari petugas yang dapat mengakibatkan luka ringan.
Situasi Merah : Dilakukan lintas ganti antara Satuan Dalmas Lanjut dengan Satuan PHH Brimob atas perintah Kapolri dan/atau Kasatwil. (Pasal 6 Perkapolri No.2 Tahun 2019).
Situasi Merah berupa :
– Unjuk rasa tidak terkendali
– Pengunjuk rasa tidak mengindahkan seruan Komandan Satuan PHH Brimob dan/atau
– Pengunjuk rasa menggunakan benda-benda yang dapat mengakibatkan luka berat, kerugian harta benda dan hak asasi manusia.
Apabila himbauan Kepolisian sebanyak 3 kali tidak dihiraukan oleh pelaku aksi huru-hara, komandan satuan PHH Brimob memerintahkan satuan PHH untuk melakukan (Pasal 11 Perkapolri No.2 Tahun 2019)
1. Pendorongan Masa
2. Penyemprotan air menggunakan water canon
3. Penembakan *gas air mata*
4. Pemasangan kawat barier
5. Penangkapan terhadap provokator atau agitator
6. Pemadaman api bila diperlukan.
C. MELAKSANAKAN PERINTAH JABATAN (Pasal 51 ayat 1 KUHP)
“Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”
D. DISKRESI KEPOLISIAN (Pasal 18 Undang-Undang No.2 Tahun 2002) :
Anggota Polri untuk kepentingan umum dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi Polri.
Jurnalis : Team