Bojonegoto || Maraknya aktivitas penambangan ilegal di wilayah Bojonegoro berkedok perluasan lahan pertanian menunjukkan ketidak berdayaan penegakan hukum di Kabupaten Bojonegoro khususnya di Desa Grebegan Kecamatan Kalitidu dan membuat para pelaku pertambangan ilegal di wilayah ini makin tumbuh subur dan merajalela, hal itu membuat milyaran pendapatan daerah dari sektor tambang cenderung tidak masuk ke kas daerah karena ulah oknum nakal.
Ketidakberdayaan penegakan hukum terhadap sektor tambang membuat masyarakat tak yakin bahwa aturan hukum tentang tambang minerba berlaku di wilayah Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro, karena jika dilihat dari aktivitasnya kegiatan pertambangan tersebut sudah berlangsung cukup lama sehingga nampak banyaknya kerusakan ekosistem dilokasi tambang sungguh memprihatinkan.
Saat tim investigasi dari Media Humas Polri, Media Kabar Reskim , Metrosurya , Indonesia pers, Suluhnusantara , Cakrabhayangkara, Infopol.com, Skm-Buser, Lcta-news, Kupasberita.net. dan beberapa lembaga seperti LSM LP2KP, LSM gadapaksi, Ormas Patriot Garuda Nusantara telah meninjau lokasi pada hari Rabu, 08/11/2023 namun sesampainya dipintu masuk lokasi tambang tim awak media dihadang oleh 2 pemuda yang ditugaskan sebagai pengatur lalu lintas keluar masuknya dump truck , “Dari mana mas, sebentar saya teleponkan pak Surat dulu.” ungkap ceker.
Setelah menunggu beberapa saat datanglah seorang pria menggunakan sepeda motor dan diketahui belakangan pria tersebut yang bernama pak Surat dan tim awak media diarahkan kesebuah warung kopi yang ada didepan lokasi tambang.
Dari hasil konfirmasi terkait perizinan atau legalitas tambang pak Surat menjelaskan bahwa lokasi yang dikelola merupakan keinginan warga masyarakat setempat dan dikelola oleh pak surat karena mendapatkan informasi dari koleganya yang menerangkan bahwa kandungan tanah yang ada dilokasi tambang tersebut mengandung Pasir akan tetapi setelah dilakukan penggalian belum ada tanda tanda seperti yang disebutkan oleh kolega pak surat, akan tetapi pasirnya jelek “ pasirnya jelek mas, makanya saya mengelola lahan ini termasuk merugi karena apa yang diterangkan oleh teman saya berbeda dengan apa yang saya temukan“ terang pak surat kepada team awak media.
Disisi lain diwaktu yang sama seseorang yang sempat dihubungi oleh pak surat dan belakangan dikenal bernama Muri menyebutkan bahwa pak Surat merupakan saudaranya dan ketika salah satu awak media menanyakan status Muri ini sebagai apa dilokasi tambang milik pak Surat terdengar bahwa muri ini juga bekerja di Media, tentu saja awak media tertegun ketika Muri menyebutkan identitas dirinya bahwa dia selaku insan pers mengatakan bahwa lokasi tersebut adalah milik saudaranya, lokasi tambang tersebut milik saudaraku mas jadi minta tolong kerjasamanya yang baik.
Muri juga selaku insan pers melalui sambungan telepon seluler menjelaskan bahwa awak media tidak diperbolehkan untuk masuk kelokasi tambang, tetap dihalang halangi untuk masuk lokasi tambang, jelas ini melanggar UU Pers nomor 40. Setelah diberi penjelasan tentang UU Pers nomor 40, oknum media yang memback up tersebut akhirnya mempersilahkan awak media masuk kelokasi tambang.
Disini bisa disimpulkan bahwa tambang milik pak Surat ini dibekingi oknum Media selama ini.
Pada setiap pengelolaan tambang mayoritas dalam mengeksploitasi lingkungan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, untuknya banyak kerusakan lingkungan dimulai dari akses jalan masuk menuju lokasi tambang hingga sampai pada titik lokasi, mobil dump truck bermuatan berat setiap hari masuk dilokasi tambang diwilayah Grebegan Kecamatan Kalitidu dimana Truk-truk yang masuk dilokasi tambang dilayani oleh 1 exsavator.
Banyak dampak negatif akibat aktivitas pertambangan, mulai dari kerusakan ekosistem diarea sekitar lokasi, aktivitas pertambangan juga dalam jangka panjang dapat merusak saluran pernapasan apalagi lokasi yang dikelola berada di dekat pemukiman penduduk seperti yang terdapat di wilayah Grebengan, Kalitidu, Bojonegoro.
Pertambangan Tanpa Izin atau PETI seharusnya terus menjadi perhatian Pemerintah. Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara. (Team/Red)